Polemik Ghonimah (Harta Rampasan) Perang Hunain
Setelah mengejar musuh sampai ke Thaif, Rasulullah dan pasukan kaum muslimin kembali lagi mengambil jalan di dusun Duhnaa, lalu menuju Qarnu Manazil dan terus ke Nahlah, dan dari Nahlah menuju Ji’ranah.
Di lembah Ji’ranah inilah rasulullah membagi-bagikan harta rampasan dan tawanan, setelah selesai membagikan tawanan dan harta rampasan, tiba-tiba datanglah utusan dari Hawazin. Menurut riwayat mereka berjumlah 14 orang yang di ketuai oleh Zuhair dan Sharad.
Kedatangan mereka untuk menyatakan diri masuk islam. Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, ketua mereka meminta kepada Rasulullah agar para tawanan dan harta mereka yang telah menjadi Ghanimah agar di kembalikan kepada mereka.
Tetapi karena sudah di bagi-bagikan kepada seluruh pasukan kaum muslimin termasuk kepada orang-orang Quraisy yang baru masuk islam, maka Rasulullah selaku pemimpin yang bijaksana memerintahkan kepada mereka untuk memilih di antara mereka dua pilihan: pertama adalah tawanan dan yang kedua adalah harta benda.
Nabi menyatakan demikian karena sudah tidak memungkinkan untuk di kembalikan kepada mereka semua. Para utusan Hawazin memilih tawanan dari pada harta benda. Akhirnya dengan sedikit liku-liku [karena sudah dibagikan kepada anggota pasukan] oleh Rasulullah semua tawanan Hawazin sebanyak 6000 orang itu di serahkan kembali kepada para utusan Hawazin tersebut. Sebab mereka telah masuk islam dan menjadi Ikhwan fie ad-din [saudara seagama].
Di dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah memberikan bagian Ghanimah yang lebih banyak kepada orang-orang yang baru masuk islam [Muallaf], akan tetapi masing-masing bagian tidak sama. Rasulllah memberi Abu Sufyan bin Harb [ayah dari istri rasulullah yang bernama Ummu Habibah] 100 ekor unta dan 40 Uqyah perak, kepada dua orang anak Abu Sufyan yang bernama Yazid dan Muawiyah masing-masing mendapatkan 100 ekor unta dan 40 Uqyah perak, jika di total Abu Sufyan dan kedua putranya mendapatkan 300 ekor unta dan 120 Uqyah perak.
Rasulullah memberi 100 ekor unta kepada Hakim bin Hizam, Nushoir bin Harits bin Kiladah, Harits bin Hisyam, Suhail bin Amr, Huwaithib bin Abdul Uzza, Al Alaa bin Jariyah, Uyainah bin Hishn, Al Aqra’ bin Yabis, Malik bin Auf, Shofwan bin Umayyah. Kemudian kepada anggota pasukan perang Rasulullah memberi bagian pasukan berkuda, setiap masing-masing mendapatkan 14 ekor unta dan 120 kambing, kepada pasukan pejalan kaki masing-masing mendapatkan 4 ekor unta dan 40 kambing.
POLEMIK HARTA RAMPASAN
1. Abbas bin Mirdas salah satu anggota pasukan islam diberi oleh Rosululloh hanya beberapa ekor unta,maka ia mencela tindakan Nabi itu panjang lebar ia sangat menyesali dan mengomel banyak banyak kepada Nabi.Nabi setelah mendengar omelan dan cercaan Abbas bin mirdas lalu memerintahkan kepada sahabatnya[menurut riwayat sahabat Abu Bakar]supaya mendatangi Abbas bin Mirdas untuk memotong lidahnya yang panjang itu dengan mennggenapi bagiannya sebanyak 100 ekor unta.Dengan demikian diamlah ia dantidak mengomel lagi.
2. Salah seorang laki laki munafiq berkata dengan perkataan yang kurang baik terhadap Nabi. Ia berkata “Pembagian yang dilakukan oleh Rosululloh itu tidak karena Alloh karena tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki olehNya”. Rosululloh demi dengan mendengar ucapan si munafiq ini seketika berubahlah rupa muka Beliau memerah saking marahnya, Beliau bersabda:
ويحك من يعدل اذا لم اعدل , من يعدل اذا لم يعدل الله و رسوله ؟ رحمة الله على اخي موسى لقد أوذي بأكثر من هذا و صبر>
”Celaka engkau! Siapakah yang adil jika aku tidak adil?.”Siapakah yang adil.jika Alloh dan RosulNYa tidak adil? Rohmat Alloh semoga dilimpahkan atas diri saudaraku Musa yang disakiti hatinya melebihi ini lalu dia sabar.”
Kemarahan Nabi waktu itu kelihatan amat sangat,sehingga sahabat Umar bin Khothob dan Kholid bin Walid memohon kepada Nabi agar diizinkan memenggal batang leher orang munafiq tersebut,sahabat Kholid berkata”Ya Rosululloh tinggalkanlah orang itu pada kami,akan kami penggal batang lehernya!.
Rosululloh lalu bersabda”Jangan! barangkali ia termasuk orang yang mengerjakan Sholat.” sahabat Kholid berkata” Ya Rosululloh berapa banyak orang yang mengerjakan sholat ;mengucapkannya dengan lisannya apa apa yang tidak ada dalam hatinya” Nabi bersabda
إني لم أومر ان انقب عن قاوب الناس و لا اشق عن بطونهم>
”Sesungguhnya aku tidak diperintahkan supaya meneliti hati hati manusia dan tidak pula membelah perut perut mereka.” Dengan kebijaksanaan Nabi tersebut maka orang munafik tadi tidak jadi dibunuh.
3. Setelah Rasulullah selesai membagikan harta rampasan kepada yang berhak menerimanya, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki; cekung kedua matanya, meonjol tulang pipinya, mendengkul tinggi dahinya, tebal jenggotnya, gundul kepalanya, tersingsing kainnya. Menurut riwayat laki-laki tersebut bernama Dzul Khuwaisyiroh dari bani Tamim, kemudian ia berkata kepada Rasulullah: “Ya Muhammad, takutlah kepada Allah”, mendengar perkataan orang tersebut Rasulullah berkata: “Celakalah engkau, bukankah aku ini penduduk bumi yang lebih berhak takut kepada Allah?” menurut riwayat lain Dzul Khuwaisyiroh berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, berlaku adilah engkau!” Nabi menjawab: “Celakalah engkau, si apakah yang akan berlaku adil jika aku tidak adil?” maka Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, izinkan aku memenggal batang lehernya”, Nabi bersabda:
لا, دعه فإنه سيكون له شيعة يتعمقون في الدين حتى يخرجوا منه كما يخرج سهم من الرمية : ينظر في النصل فلا يوجد شيء ثم في القدح فلا يوجد شيئ ثم في الفوق فلا يوجد شيء سبق الفرث و الدم>
Artinya: “Jangan! biarlah dia, sesunggahnya akan ada padanya syi’ah(suatu golongan) yang suka mendalam-dalamkan urusan agama, sehingga mereka keluar dari padanya seperti anak panah yang keluar dari busur. Dilihat dari dalam anak busur maka tidak didapati sesuatu apapun kemudian dilihat dari dalam ujung tombak maka tidak didapati apapun. Kemudian dilihat di letak anak panah ke busurnya maka tidak di dapati apapun karena telah mendahului limpa dan darah”. Hadits ini mursal,namun banyak syawahid-syawahidnya,dengan sedikit perbedaan redaksi haditsnya.
2. Pembagian harta rampasan yang demikian itu rupa-rupanya menimbulkan salah faham dan kegelisahan dalam hati para pemuda kaum Anshar, sehingga di antara mereka ada yang berkata: “Mudah-mudahan Allah memberi ampunan kepada Rasulullah karena beliau memberi kepada kaum Quraisy dan tidak memberi kepada kami, padahal pedang-pedang kamilah yang menitiskan darah mereka itu”.
Ada pula yang berkomentar: “Rasulullah sekarang telah berjumpa dengan kaumnya [maksudnya kaum Quraisy yang telah masuk islam].Isu-isu miring dan komentar yang demikian itu oleh pemimpin mereka yaitu Sa’ad bin Ubadah di perhatikan benar-benar.
Lalu ia berpendapat sebaiknya disampaikan langsung kepada Rasulullah, agar semuanya jelas dan dapat dijelaskan langsung oleh Nabi sendiri. Sa’ad bin Ubadah berkata kepada Raslullah: “Ya Rasulullah, segolongan kaum Anshar ada perasaan pada diri mereka terhadap apa yang engkau lakukan mengenai pembagian harta rampasan yang engkau membagi-bagikannya kepada kabilah Arab dengan pembagian yang banyak sedangkan kaum Anshar tidak engkau beri sedikitpun, seperti yang engkau berikan kepada mereka”.
Setelah mendengarkan penuturan Sa’ad yang demikian itu maka beliau bersabda kepadanya: “Kamu sendiri bagaimana pendapatmu tentang itu?”, “Ya Rasulullah bukanlah aku ini melainkan bagian dari kaumku”. maka Rasulullah bersabda: “Kumpulkanlah kaummu di kemah ini”.
Setelah kaum Anshar berkumpul semua di kemah tersebut Rasulullah bersabda: “Apakah diantara kalian ini ada orang lain selain dari golonganmu”, mereka menjawab: “Tidak, melainkan seorang dari anak saudara perempuan kami”.
Nabi bersabda: “Anak saudara perempuan suatu kaum itu bagian dari mereka juga”. Selanjutnya Nabi bersabda: “Barangsiapa yang ada di sini selain kaum Anshar hendaknya ia kembali ketempatnya”.
Rasulullah lalu membuka pertemuan itu dan beliau bertany kepada mereka: “Apa isu-isu pembicaraan yang telah sampai kepadaku dari kalian wahai orang-orang Anshar?” mereka menjawab: “Ya Rasulullah para pemimpin-pemimpin kami tidaklah mengatakan apa-apa, sesungguhnya yang berkata demikian itu hanyalah para pemuda”, maka Nabi bersabda: “Apakah desas desus yang telah sampai kepadaku dari kalian suatu perasaan yang kalian rasakan pada diri kalian kepadaku”.
Mereka menjawab: “Ya Rasulullah adapun pemimpin-pemimpin kami maka mereka tidak mengatakan apa-apa yang mengatakan hanyalah para pemuda-pemuda kami”; para pemuda-pemuda itu berkata: “Semoga Allah mengampuni Rasulullah, beliau memberi kepada Quraisy dan tidak memberi kepada kami, padahal pedang-pedang kamilah yang menitikkkan darah-darah mereka”.
Berhubung dengan itu maka Nabi bersabda: “Wahai orang-orang Anshar tidakkah aku datang kepada kalian sedang kalian dalam kesesatan lalu Allah menunjukkan kalian hidayah lantaran aku? Dan kalian dalam keadaan papah lalu Allah memberi kecukupan lantaran aku? Dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah mempersatukan kalian lantaran aku?” serentak kaum Anshar menjawab: “Memang Allah dan Rasul-Nya amat murah dan menganugrahi”.
Nabi bersabda: “Tidakkah kalian menyanggahku wahai orang-orang Anshar?”, mereka menjawab: “Dengan apa kami menjawab engkau ya Rasulullah…….karena bagi Allah dan Rasul-Nya segala kemurahan dan keutamaan”.
Nabi bertanya lagi: “Apa yang menghalangi kalian menjawab Rasulullah”, mereka menjawab: “Ya Rasulullah engkau mendapati kami dalam kegelapan lalu Allah mengeluarkan kami ke dalam cahaya lantaran engkau…..engkau mendapati kami sedang di atas jurang api neraka lalu Allah menyelamatkan kami lantaran engkau……engkau mendapati kami dalam kesesatan lalu Allah menunjukkan kami lantaran engkau…..maka dari itu kami rela Allah sebagai Illah islam sebagian din dan Muhammad sebagai Nabi, maka lakukanlah apa yang menjadi kehendak engkau karena engkau dalam ke halalan ya Rasulullah”.
Rasulullah lalu memberi penjelasan kepada mereka: “Demi Allah jika kalian mau, tentu kalian berkata maka kalian benar dan pasti akan di benarkan “engkau [Nabi] datang kepada kami dengan didustakan lalu kami [Anshar] yang membenarkan engkau, dihinakan…..lalu kami menolong engkau, sebagai buron…..lalu kami yang melindungi [memberi tempat] engkau, sebagai orang papa……lalu kami yang memberi kecukupan, sebagai orang takut……lalu kami yang mengamankan”.
Nabi berkata: “Apakah kalian dapati pada diri kalian masing-masing wahai orang Anshar di dalam hati sekelumit dari dunia aku menjinakkan suatu golongan agar mereka ikut islam dan aku menyerah kalian kepada keislaman kalian yang tetap teguh dan tidak berguncang”. Menurut riwayat lain Nabi bersabda: “Demi Allah sesungguhnya aku memberi kepada beberapa orang yang baru saja masuk islam karena aku sengaja menjinakkan hati mereka.
Apakah kalian rela orang-orang pergi dengan membawa harta benda sementara kalian pulang dengan Rasulullah ke tempat-tempat kalian? Dmi Allah apa yang kalian bawa kembali itu lebih baik dari pada yang mereka bawa kembali”.
Orang-orang Anshar setelah mendengarkan peringatan yang mengandung pelajaran itu berkata: “Bahkan ya Rasulullah sungguh kami telah rela [ridho]”, kemudian Nabi bersabda: “Wahai orang-orang Anshar tidakkah kalian rela orang-orang pergi dengan membawa kambing dan unta, sedangkan kalian kembali dengan Rasulullah ke tempat tinggal kalian? Demi Dzat yang diri Muhammad di tangan-Nya, jikalau tidak karena hijrah, tentulah aku seorang Anshar……jikalau manusia menempuh jalan suatu lembah atau tepi gunung sedang orang-orang Anshar menempuh jalan suatu lembah atau gunung ,niscaya aku menempuh jalan lembah orang-orang Anshar atau gunung mereka”, setelah orang-orang Ansar mendengarkan sabda Nabi yang demikian itu, mereka masing-masing diam dan tenang. Nabi bersabda: “Kalian semuanya sebagai baju dalam dan orang lain sebagai baju luar, sesungguhnya kalian akan menjumpai sesudah aku kelak terasing oleh karena itu bersabarlah hingga kalian akan menemui aku di telaga, kemudian Nabi berdo’a: “Ya Allah sayangilah orang-orang Anshar, anak-anak orang Anshar, cucu-cucu orang Anshar”.
Sebagian besar kaum Anshar ketika itu menangis, sampai air mata mereka bercucuran dan membasahi jenggot-jenggot mereka. Serentak mereka berkata: “Kami telah rela Rasulullah sebagai pembagian dan pemberian”.
Kaum Anshar sampai demikian keadaannya, karena Nabi ketika berbicara dari hati nurani beliau dan dari kasih perasaan sayang beliau kepada mereka. Beliaupun tetap menghargai jasa-jasa mereka dalam arti kata yang sesungguhnya dan seluas-luasnya. Dengan demikian selesailah polemik harta rampasan di kalangan orang-orang Anshar. Sebagai penutup Nabi mendo’akan kaum Anshar :
“ Ya Allah ampunilah orang-orang Anshar, anak-anak orang Anshar, cucu-cucu orang Anshar, orang-orang perempuan kaum Anshar, anak-anak perempuan kaum Anshar, cucu-cucu perempuan kaum Anshar kepada para budak kaum Anshar”.
Setelah selesai, maka bubarlah pertemuan tersebut.
Ummahatul-Mukmini,istri istri Rosululloh SAW adalah manusia biasa sebagaimana wanita pada umumnya, yang secara thobi’i (tabi’at) wanita, yaitu menyukai hidup mewah dan perhiasan indah, tabi’at ini pun tidak terlewat jauh dengan para istri-istri Rosululloh
Rasulullah selaku pemimpin umat dan utusan Allah, yang setiap waktunya hanya memikirkan kepesatan dakwahnya, maka sedikitpun tidak ada lagi waktu dan kesempatan untuk memikirkan kepentingan rumah tangganya.
Tentang hal ini sebenarnya telah dipahami dan dimengerti juga oleh para istri-istri Rasulullah pada beberapa waktu berselang. Akan tetapi setelah kota Mekkah ditaklukkan lalu setelah itu terjadilah perang Hunain, yang mana angkatan perang kaum muslimin mendapatkan kemenangan yang gemilang dengan Ghanimah (rampasan perang) yang sangat spektakuler.
Yaitu 24.000 ekor unta (unta adalah kendaraan paling bergengsi kala itu, silahkan pembaca qiyaskan dengan kendaraan apa yang paling bergengsi hari ini, dengan jumlah kendaraan 24.000 unit), 40.000 ekor kambing, 4000 uqyah perak.1 uqiyah=40 dirham,1 dirham setara dengan Rp 67.500 sampai Rp 70.000. Jika dirupiahkan 4000 uqiyah=160.000 dirham=RP 10.800.0000.000 (10M 800 juta). Itu kalau 1 dirham dinilai 67.500. Apalagi jika 1dirham mencapai Rp 70.000 tentu jumlahnya lebih dari itu.
Berita tentang perolehan Ghanimah itu pun terdengar pula oleh para istri-istri Nabi. Mengingat yang mendapat bagian rampasan perang Hunain diantaranya adalah mertua Rosululloh, yaitu Abu Sufyan bin Harb, Ayah dari Ummul-Mukminin Ummu Habibah, 2 ipar Rosululloh yaitu: Yazid bin Abi Sufyan dan Muawiyah Bin Abu Sufyan(keduanya adalah saudara Ummul-Mukminin Ummu Habibah)
Sebagai istri, tentunya merekapun mengharap oleh-oleh suami berupa harta rampasan tersebut. Akan tetapi setelah Rosululloh kembali ke Madinah dan bertemu keluarganya, beliau tidak membawa apapun jua dari harta rampasan.
Semua istri istri Nabi menuntut keras kepada beliau.mereka mengeliling beliau. Nabi pun tidak menduga istri istri beliau akan menyampaikan tuntutan yang demikian kerasnya. Maka Alloh menurunkan surat AL Ahzab ayat 28-29 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدۡنَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيۡنَ أُمَتِّعۡكُنَّ وَأُسَرِّحۡكُنَّ سَرَاحٗا جَمِيلٗا ٢٨ وَإِن كُنتُنَّ تُرِدۡنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ فَإِنَّ ٱللَّهَ أَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنَٰتِ مِنكُنَّ أَجۡرًا عَظِيمٗا ٢٩>
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah* dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.”
* Mut’ah Yaitu: suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami.
Pada ayat di atas, Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk mengultimatum kepada para istrinya antara cerai untuk kemudian bersanding dengan laki-laki lain yang memiliki kemewahan duniawi, atau bersabar mengarungi bahtera rumah tangga bersama Rasullah dengan segala keterbatasan materi yang beliau miliki, namun pada sisi Allah mereka akan meraih pahala yang sangat besar.
Maka pada istri beliau pun memilih Allah, Rasul-nya dan kehidupan akhirat. Setelah mereka memilih beliau, Allah melimpahkan dua kebahagiaan kepada mereka, yaitu kebaikan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah RA, istri Nabi, bahwa di saat allah SWT menyuruh beliau untuk mengajukan dua pilihan kepada para istrinya, Beliau mendatanginya. ‘Aisyah berkata, “Rasulullah memulainya dariku. Beliau bersabda:
“Aku hendak menyampaikan kepadamu sebuah perkara. Engkau tidak boleh menjawabnya dengan tergesa-gesa sebelum meminta pendapat dari kedua orang tuamu.”
Padahal beliau tahu bahwa orang tuaku tidak mungkin memerintahkan aku untuk bercerai dengan beliau.” Selanjutnya Rasulullah ﷺ bersabda, beliau membacakan surat Al-Ahzab:28-29
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.”
Aku menjawab, “ Apakah hanya untuk urusan ini engkau perintahkan aku menemui kedua orang tuaku? Sungguh, aku memilih Allah, Rasul-Nya dan negeri akhirat.”
Juga Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits serupa secara mu’allaq (yakni dengan tidak mencantumkan sanad-sanadnya). Dengan tambahan: “Aisyah berkata: ‘Kemudian istri-istri Nabi yang lain melakukan hal yang sama dengan yang aku lakukan.”
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah RA bahwa ia berkata, “Rasulullah menawarkan pilihan kepada kami, maka kami pun memilih beliau. Dan beliau tidak menganggap penawaran tersebut sebagai talak (perceraian)” Hadits ini juga di keluarkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Al-A’masy.
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Jabir RA. Ia berkata, “Suatu hari Abu Bakar meminta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke ruangan beliau. Di arah pintu rumah sudah banyak manusia duduk (ingin bertemu Nabi), sedangkan Rasulullah ﷺ duduk di dalam rumah. Abu Bakar memohon izin belum di berikan izin masuk. Kemudian datang ‘Umar untuk menghadap Nabi. Ia meminta izin masuk, namun ia pun belum diizinkan masuk.
Setelah sekian lama berselang, beliau mengizinkan Abu Bakar dan ‘Umar masuk ke ruangan beliau. Mereka pun masuk, sementara Nabi ﷺ duduk di dampingi oleh istri-istrinya yang duduk di sekeliling beliau. Saat itu Rasulullah ﷺ terdiam. Maka ‘Umar pun berkata, “Aku akan berbicara dengan Nabi, barang kali beliau bisa sedikit tersenyum.”
Lalu ‘Umar berkata, “ Wahai Rasulullah! Seandainya aku melihat Binti Zaid – istri ‘Umar- meminta harta yang melimpah kepadaku sekarang, niscaya aku akan memukul lehernya.” Mendengar itu Rasulullah ﷺ tertawa sampai terlihat jelas gigi-gigi gerahamnya. (Maksudnya tertawa lebar. Biasanya diungkapkan dengan seperti ini).
Kemudian beliau bersabda:
هنَ من حولي يسألنني النفقة>
“ Mereka berkumpul di sekitarku meminta nafkah (harta yang melimpah) kepadaku.” (HR Ahmad)
Lalu Abu Bakar berdiri menghampiri ‘Aisyah untuk memukulnya. Kemudian ‘Umar berdiri menghampiri Hafsah. Abu Bakar dan ‘Umar berkata, “Apakah kalian berdua hendak meminta kepada Nabi sesuatu yang tidak dimiliki beliau?” Lalu Rasulullah ﷺ pun meleraia keduanya. Mereka (‘Aisyah dan Hafsah) berkata, “Kami sekali-sekali tidak akan meminta sesuatu yang tidak dimiliki Rasulullah setelah pertemuan ini.”
Tidak lama dari itu, turunlah firman Allah agar menyuruh istri-istrinya untuk memilih. Maka Rasulullah ﷺ memulai penawaran pilihannya kepada ‘Aisyah. Beliau bersabda:
“Aku hendak mengatakan sesuatu kepadamu. Janganlah engkau memutuskan, hingga engkau meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada kedua orang tuamu.”
‘Aisyah berkata, “Apa yang dimaksud dengan “sesuatu”?” Maka Rasulullah ﷺ pun membacakan firman Allah; “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: ‘Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat., maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.”
‘Aisyah berkata, “Apakah tentang engkau aku harus meminta pertimbangan kedua orang tuaku? Sungguh, aku memilih Allah dan Rasul-Nya. Dan aku memohon engkau tidak menceitakan pilihanku ini kepada seorang pun dari istri-istrimu.” Lalu Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sungguh, Allah tidak mengutus aku untuk berlaku kejam. Namun Allah mangutus aku untuk mengajarkan kebenaran dan mempermudah hukum. Tidak ada seorang wanita pun dari mereka bertanya kepadaku tentang apa yang engkau pilih terkecuali aku akan memberitahukannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim saja, tanpa Imam Al-Bukahari. Ia meriwayatkan hadits ini bersama An Nasai.