Selayang Pandang Dunia Poligami - Part 3

Oleh; Ummu Hud Musa. Ibu 13 anak, istri pertama dari 2 istri suami

PERBEDAAN SAMARA ANTARA RUMAH TANGGA MONOGAMI DENGAN RUMAH TANGGA POLIGAMI

Kalau kita membuka lembaran siroh nabi kita Muhammad SAW, semenjak beliau berumah tangga monogami dengan Sayyidah Khodijah hingga setelah wafatnya sang istri, lalu beliau berumah tangga poligami dengan para ummahatulmukminin, kita akan mendapatkan perbedaan yang mencolok dari 2 model rumah tangga ini.

Pada saat Nabi berumah tangga monogami dengan Sayyidah Khodijah (dari Nabi berusia 25 tahun, hingga sang istri wafat pada tahun ke 10 kenabian saat Nabi berusia 50 tahun. Jadi Nabi berumah tangga monogami kurang lebih 24 tahun lebih beberapa bulan) hampir dipastikan tak ada gelombang dalam rumahtangga beliau, tenang…tentram, adem…ayem..(hari ini betapa banyak rumah tangga monogami yang biduk rumah tangganya selalu diterpa badai,ini berarti kurang maksimal dalam beruswah kepada Nabi dalam membina rumah tangga)

Agak berbeda ketika beliau berumah tangga poligami dengan para ummahatul mukminin. Nabi berpoligami saat bulan syawal tahun ke 2 Hijriyyah, bulan pernikahan Nabi dengan Aisyah RA setelah Nabi memperistri Saudah RA hingga Nabi wafat pada usia 63 tahun.

Ini berarti Nabi berpoligami selama kurang lebih 9 tahun saja. Hal mana dalam rumah tangga poligami beliau riak riak dan gelombang ikut mewarnai bahtera rumah tangga beliau. Ini menggambarkan bahwa riak dan gelombang dalam rumah tangga poligami adalah sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari.

Hubungan antar madu yang yach….begitulah tidak bisa dimanipulasi, sebagai bukti fitrah wanita sebagai manusia yang tak bisa dipungkiri.Terkadang ada yang memandang sebagai hubungan yang tidak baik, padahal sejatinya tidak demikian, karena antar madu ada rasa persaingan dalam berebut cinta dan perhatian sang suami, hanya saja persaingan disini haruslah dalam ruang lingkup fastabiqul khoirot, persaingan dalam beramal kebaikan, sehingga tidak sampai melanggar syariat, seperti berbuat kedholiman dan lain lain seperti yang sering ditayangkan dalam sinetron - sinetron.

Rumah tangga Nabi yang Nabi sebagai kepala rumah tangganya sementara anggotanya sekaliber Aisyah RA putri manusia terbaik setelah Nabi, peringkat ke 3 al mukatstsiruuna birriwayah, hafal 2220 hadits.

Namun dalam menjalani kehidupan rumah tangga banyak terjadi insiden insiden, yang menjadikan rumah tangga Nabi diselimuti mendung. Sebut saja asbaanun nuzul surat at tahrim, yang mana Nabi sampai mengharamkan minum madu di rumah istri beliau, serta Mengharamkan Mariya, yang habis melahirkan seorang putra untuk beliau, hingga ALLOH PUN MENEGUR Nabi saking toleransinya kepada istri istri beliau. ‘ WAHAI NABI MENGAPA ENGKAU MENGHARAMKAN APA PA YANG ALLOH HALALKAN BAGIMU DEMI MENCARI KERELAAN HATI ISTRI ISTRI MU ?…….JQS At tahrim ayat 1.

Ini menjadi renungan terdalam bagi kelarga muslim dimanapun berada. Siapakah kita…..kepala rumah tangga kita bukan Nabi, kita para istri tak ada seujung kukupun dari ummahatul mukminin sangat wajar, dan lumrah, bila dalam rumah tangga menghadapi badai gelombang.

Maka bila ada seseorang yang rumah tangga poligami lalu ia mengidentifikasi samara dalam rumah tangganya seperti samara dalam rumahtangga monogami ini salah besar, berarti ia telah mengukur sesuatu yang berbeda dengan ukuran yang sama.

Bisa bisa ia frustasi, karena merasa rumah tangganya tidak samara sama sekali. inilah poin yang ingin penulis sampaikan …uswah berumah tangga monogami ala Nabi, beliau contohkan saat beliau menjalani rumah tangga bersama Sayyidah Khodijah, adapun uswah rumah tangga poligami beliau contohkan dalam rumah tangga poligami beliau dengan ummahatul mukminin. Berikut penulis tampilkan kisah kisah dalam rumah tangga poligami Nabi Muhammad SAW.

KISAH KISAH DALAM RUMAH TANGGA NABI

KISAH AISYAH BINTI ABU BAKAR RA

Pada malam hari ketika Nabi bergilir di rumah Aisyah. Rasulullah keluar rumah, maka cemburulah Aisyah karena mungkin saja beliau mendatangi salah seorang istrinya.

Selang beberapa saat datanglah Rasulullah ke rumah dan beliau memergokinya telah berbuat sesuatu akibat dari rasa cemburunya itu.

Maka beliau bertanya “apakah kamu cemburu?” Aisyah berkata: “Bagaimana orang sepertiku tidak cemburu kepada orang sepertimu ya Rasulullah?” beliau bersabda: “Sungguh syaithonmu telah datang kepadamu”, Aisyah bertanya: “Apakah syaithon bersamaku?”, beliau bersabda: “Tidak seorangpun melainkan syaithon menyartainya”, Aisyah bertanya: “ Beserta engkau juga?”, Rasulullah bersabda: “Ya, beserta aku juga ,tetapi Allah menolong melindungiku atasnya”. Maka ia menyerah kalah.

Shofiyah adalah salah satu Ummahatul Mukminin yang jago masak, ia pandai membuat makanan seperti kue-kue dll (maklumlah shofiyyah termasuk putri kepala suku yang biasa mengadakan aneka jamuan di rumahnya). Tentang kepandaiannya ini diakui oleh para istri Nabi termasuk Aisyah.

Oleh karenanya mereka amat mencemburuinya. Suatu saat Shofiyyah membuatkan makanan untuk Rasulullah dan makanan tersebut dikirimkan pada beliau yang kebetulan saat itu sedang bergilir di rumah ‘Aisyah.’ Aisyah lalu menerima bejana yang berisi makanan tersebut dengan bergetar karena dari rasa cemburu.

Maka pecahlah bejana tersebut dan tumpah pula isinya. Oleh karena Aisyah merasa menumpahkan dan memecahkan bejana tersebut maka menyesal lah ia dan berkata kepada Nabi: “Ya Rasulullah apa kafarat yang telah aku saya perbuat [yakni memecahkan bejana milik orang lain] Nabi bersabda: “sebuah bejana seperti sebuah bejana dan makanan seperti makanan.” Akhirnya bejana harus diganti dengan bejana yang sejenis dan makanan harus diganti dengan makanan yang serupa.

Suatu hari Nabi datang kepada ‘Aisyah dengan menggendong bayi Ibrohim, putra beliau yang baru lahir itu. Nabi membawanya kepada ‘Aisyah dengan tujuan hendak menunjukkan betapa miripnya antara rupa Rasulullah dengan rupa bayinya. Tetapi setelah melihat rupa Ibrohim yang mungil itu ‘Aisyah berkomentar: “tidak ada kemiripan apapun antara engkau dengan dia”.

Komentar ‘Aisyah ini akibat dari rasa cemburunya pada ibunda sang bayi, yaitu Mariah Qibtiyah yang telah berhasil mengandung dan melahirkan putra Nabi.

Suatu ketika ‘ Aisyah telah mencemburui istri pertama Rasulullah yang telah wafat yaitu Khadijah binti Khuwailid. Padahal ‘Aisyah belum pernah melihat ataupun bertemu dengannya. Akan tetapi lantaran Nabi seringkali menyebut-nyebutnya; beliau sering menyambung silaturahmi dengan sahabat-sahabatnya bahkan seringkali memberi hadiah-hadiah karenanya.

Aisyah berkata kepada Rasulullah: ”Tidak lain Khadijah itu hanyalah seorang wanita yang sudut bibirnya memerah [kiasan untuk wanita yang sudah sangat tua] sedang Allah telah mengganti kepada engkau wanita yang lebih baik darinya. Mendengar perkataan yang demikian beliau bersabda: “Tidak, demi Allah! Alloh tidak menggantikan untukku wanita yang lebih baik darinya, ia beriman sungguh sungguh tatkala orang banyak mengingkari, ia membenarkanku tatkala orang banyak mendustakanku, ia membantuku dengan hartanya tatkala orang banyak memboikotku, dan Allah mengaruniaiku anak dari padanya sementara dari yang lain tidak.

Suatu saat istri-istri Nabi mengutus Fatimah putri Nabi untuk datang kepada beliau supaya menyampaikan tuntutan meraka tentang keadilan beliau terhadap semua istri-istrinya.

Mereka menganggap dan merasa bahwa cinta Rasulullah kepada ‘Aisyah lebih, dibandingkan cinta beliau kepada istri-istri beliau yang lain. Fatimah lalu pergi menemui ayahandanya yang sedang di rumah ‘Aisyah dan sedang berbaring bersama ‘Aisyah.

Fatimah datang dan dipersilahkan masuk. Fatimah lalu masuk serta menyampaikan maksud kedatangannya: “Ya Rasulullah para istri ayah mengutusku untuk datang menemui ayah, saya diminta oleh mereka menyampaikan tuntutan mereka kepada ayah tentang keadilan ayah terhadap putri Quhafah [maksudnya ‘Aisyah RA].

Kala itu ‘Aisyah mendengar sendiri apa yang dikatakan Fatimah akan tetapi dia diam saja. Nabi SAW setelah mendengar perkataan putrinya yang demikian itu lalu bersabda: “Wahai putriku bukankah engkau mencintai apa ayah cintai?”, Fatimah Menjawab: “Bahkan”. Nabi SAW bersabda padanya: “Maka cintailah olehmu akan dia ini! [maksudnya ‘Aisyah RA].

Setelah itu Fatimah berdiri lalu memohon diri kepada ayahandanya untuk kembali. Fatimah lalu datang kepada istri-istri ayahandanya yang tadi mengutusnya untuk melaporkan sabda Ayahandanya itu.

Para istri-istri Nabi setelah mendengar baik-baik keterangan Fatimah yang sebenarnya tidaklah mereka itu merasa puas, bahkan mereka menyuruh Fatimah kembali lagi kepada ayahandanya dengan menyampaikan kembali tuntutan mereka itu.

Fatimah menjawab: “Demi Allah saya tidak akan mengatakan lagi kepada beliau tentang tuntutan itu selamanya”. Akhirmya mereka mengutus orang lain lagi agar menyampaikan tuntutan keadilan beliau terhadap seluruh istrinya.

Mereka sepakat mengutus Zainab binti Jahsy [salah seorang istri Nabi juga]. Zainab akhirnya berangkat menemui Rasulullah yang kebetulan sedang bergilir di rumah Aisyah. Zainab berkata terus terang kepada Rasulullah di hadapan aisyah: “Ya Rasulullah para istri engkau mengutusku menemui engkau untuk memohon kepada engkau tentang keadilan engkau kepada mereka.

Oleh Nabi permintaan mereka itu di diamkan saja, karena Rosulullah memang sudah berbuat adil, baik dalam urusan nafkah, tempat tinggal, pun dalam membagi malam. Maka ia berkata lagi dengan perkataan yang menyinggung diri ‘Aisyah, padahal ‘Aisyah ada di hadapan beliau.

Ketika itu ‘Aisyah diberi isyarat oleh Nabi supaya diam saja terlebih dahulu. ‘Aisyah pun menuruti isyarat beliau. Tetapi setelah Zainab terus menerus menyinggung nama ‘Aisyah, maka ‘Aisyah pun di beri isyarat oleh beliau yang berarti di perkenankan bicara menjawab perkataan Zainab.

Maka akhirnya terjadilah pertengkaran mulut antara Zainab dengan ‘Aisyah yang oleh Nabi dibiarkan saja. Mereka berdua terus bertengkar dan berdebat, masing-masing mempertahankan perasaannya.

Perdebatan berakhir dengan kemenangan ‘Aisyah, karena ia lebih pandai, lebih cerdas, dan lebih lancar bicaranya. Rasulullah waktu itu hanya tersenyum gembira melihat kedua istrinya yang bertengkar dan berdebat. Karena keduanyapun istrinya yang sama-sama dicintainya.

Kaum muslimin apabila ingin memberi hadiah-hadiah kepada Rosululloh, mereka lebih memilih hari gilir beliau di rumah ‘Aisyah, mereka mengetahui cinta Rosululloh yang begitu besar pada ‘Aisyah.

Rosululloh pernah ditanya oleh salah seorang sahabat; “Wahai Rosululloh siapakah wanita yang paling engkau cintai?” beliau menjawab: “Aisyah”, kalau dari kalangan pria? beliau menjawab lagi; “Ayahnya (Ayah Aisyah, yaitu sahabat Abu Bakar Ash siddiq). Hal ini ternyata menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan ummahatul mukminin. Mereka saling berkata satu sama lain, sesungguhnya kita semua menginginkan kebaikan sebagaimana ‘Aisyah. Perintahkanlah kaum muslimin agar memberikan hadiah hadiahnya di mana saja beliau bergilir.

Akhirnya mereka sepakat mengutus Ummu Salamah salah seorang ummahatul mukminin juga untuk datang kepada Rosululloh memprotes hal tersebut. Maka berangkatlah Ummu Salamah menemui Rosululloh yang kebetulan sedang bergilir di rumah ‘Aisyah.

Berkatalah Ummu Salamah; “Ya Rosululloh, sesungguhnya kita semua para istri engkau menginginkan kebaikan sebagaimana ‘Aisyah, perintahkan kaum muslimin agar memberikan hadiah dimanapun engkau sedang bergilir”. Maka beliau bersabda : “Wahai Ummu Salamah! Janganlah menyakitiku dengan mengganggu ‘Aisyah, demi Alloh tidaklah wahyu turun, sementara aku berada dalam selimut seorang wanita selain dia(Aisyah).

(KELENGKAPAN TAREKH NABI MUHAMMAD SAW OLEH KH MUNAWAR KHOLIL)

KISAH SHAFIYYAH BINTI HUYAY

Suatu hari Nabi menemui Shafiyyah, beliau mendapatinya tengah menangis. beliau bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis?” ia menjawab, “Aku mendengar ‘Aisyah dan Hafsah mengejekku, mereka mengatakan: “kami lebih baik dari Shafiyyah. Kami putri-putri paman Nabi dan istri-istri beliau.” Lantas Rasulullah bersabda, “Mengapa engkau tidak mengatakan kepada keduanya: Dari mana kalian lebih baik dariku, sedang ayahku adalah Nabi Harun, pamanku Nabi Musa dan suamiku Nabi Muhammad?!.”

Dengan ucapan ini, beliau ingin menghibur Shafiyyah sekaligus mengajarinya bagaimana menyikapi para istri beliau dengan lapang dada, bagaimana cara mencandai mereka dan membalas ucapan mereka dengan penuh cinta dan ketenangan.

Beliau tahu bahwa mereka tidak bermaksud mempermalukan Shafiyyah, tapi hanya mencandainya. Sebab, ketakwaan telah menjadi watak diri mereka dan mereka tahu bahwa mengejek, mencela dan memanggil dengan julukan-julukan buruk termasuk perbuatan-perbuatan yang diharamkan.

Ibnu Sa’ad, dalam Ath-Tabaqat, meriwayatkan bahwa Rasulullah pada perjalanan haji wada’di temani oleh Shafiyyah dan Zainab binti Jahsy. Unta Shafiyyah kelelahan, sedang Zainab masih memiliki unta yang tidak di kendarai. beliau berkata kepada Zainab, “ Unta Shafiyyah sakit, andai engkau memberi seekor unta padanya?”

Dengan nada mengejek, ia menjawab, “Aku memberi wanita yahudi itu?” Spontan Rasulullah ﷺ berpaling dalam keadaan marah. Ucapan pedas Zaenab itu berbuntut panjang, Selama dua atau tiga bulan beliau tidak mendekatinya.

Atau dikatakan, beliau mendiamkannya lantaran ucapan tersebut selama Dzulhijjah, Muharram dan sebagian bulan Shafar. Setelah itu beliau mendatanginya dan kembali berhubungan dengannya seperti biasa.

Masih dalam At-Tabaqat, Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa Ummahatul Mukminin berkumpul di sekitar ranjang Rasulullah ﷺ dalam suasana sakit terakhir beliau. Shafiyyah berkata, “Sungguh demi Allah wahai Rasulullah, aku amat ingin sakit yang menimpa baginda ini menimpaku saja.” Maka istri-istri beliau saling mengerdipkan mata mereka.

Mereka baru sadar ketika Rasulullah ﷺ bersabda, “ Berbasuhlah kalian!” Dengan heran mereka bertanya, “ Karena sebab apa wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Karena kerdipan mata kalian kepadanya. Demi Allah, ia berkata jujur.”

KISAH ZAINAB BINTI JAHSY

Menurut kitab-kitab Tarikh disebutkan bahwa rasulullah pada setiap sore setelah selesai sholat ashar (namun ada pula yang meriwayatkan ba’da sholat shubuh, bila kedua riwayat ini dikompromikan; bisa jadi dalam satu hari Rosululloh mengunjungi semua istrinya pada tiap pagi dan sore, atau terkadang pagi saja, atau sore saja, tergantung kesibukan beliau).

Beliau biasa mengunjungi seluruh istrinya, berkeliling melihat dan menemui mereka semuanya dalam waktu yang pendek. [dalam hadits menggunakan lafadz ;يد نو artinya mendekati,يلمس artinya menyentuh, من غير مسيس artinya tidak sampe melakukan jima’].

Lalu setelah menjelang maghrib seluruh istri-istri beliau telah di kunjungi semuanya. Suatu hari ketika beliau berkunjung ke rumah Zainab binti Jahsy beliau singgah agak lama dan meminum madu di rumah Zainab.

Hal ini menimbulkan kecemburuan para istri beliau yang lain. Maklumlah rumah mereka berdekatan, sehingga terlihat oleh semua istri-istri beliau. Nabi sendiri tidak menyadari sedikitpun akan hal ini. Aisyah yang tahu akan hal ini segera bersepakat dengan Hafshoh apabila nanti dikunjungi Rasulullah hendaknya mengatakan kepada beliau: “Sesungguhnya saya mencium bau maghofier. Apakah engkau makan maghofier [maghofier sejenis makanan yang manis rasanya tapi busuk baunya]. Menurut riwayat lain, selain Aisyah dan Hafsoh, Saudah dan Shofiyahpun melakukan hal yang sama. Tatkala Rasulullah menemui mereka, merekapun berkata kepada beliau: “Saya benar-benar mencium bau maghofier. Apakah engkau makan maghofier?” beliau menjawab sebenarnya: “Saya baru meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy”.

Begitu pertanyaan para istri beliau setiap beliau kunjungi yaitu: “sesungguhnya saya mencium bau maghofier, apakah engkau memakan maghofier?”. Dalam kitab yang lain disebutkan dengan kata maghfur. Setelah itu Rasulullah baru menyadari bahwa pertanyaan yang serupa itu karena akibat dari kecemburuan mereka terhadap Zainab binti Jahsy.

Karena kunjungan beliau yang lebih lama dan lebih panjang dibanding kunjungan beliau kepada istri beliau yang lainnya. Hal itu dikarenakan Zainab menghidangkan madu kepada beliau, akhirnya Nabi mengambil keputusan mengharamkan madu, akibat kecemburuan istri-istrinya itu.

حدثنى الحسن بن محمد بن الصباح حدثنا حجاج عن جريج قال: زعم عطاء أنه سمع عبيد بن عمير يقول: سمعت عاءشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يمكث عند زينب ابنة جحش ويشرب عندها عسلا, فتواصيت انا و حفصة ان ايتنا دخل عليها النبي صلى الله عليه وسلم فلتقل: 'انى لاءجد منك ريح مغافير, أكلت مغافير. فدخل على إحدهما فقالت له ذالك'. فقال: 'لابأس, شربت عسلا عند زينب ابنة جحش, ولن اعود له. فنزلت: { 'يا ايها النبي لم تحرم ما أحل الله لك' ـ الى ـ 'ان تتوبا الى الل'} لعاءشة و حفصة {'واذ أسرّ النبي الى بعض أزواجه حديثا'} لقوله: بل شربت عسلا.>

Artinya;Telah bercerita padaku Al-Hasan bin Muhammad bin Ash-Shobah, bercerita pada kami Hajaj dari Ibnu JuroijIa berkata; “Atho’Berkata bahwasannya ia mendengar Ubaid bin Umair berkata, “Aku telah mendengar Aisyah RA bahwasannya Rosululloh sedang berada di tempat Zaenab binti jahsy, serta meminum madu di rumahnya, maka aku dan Hafshoh saling bersepakat bilamana nanti didatangi Nabi hendaklah berkata, “Sungguh saya benar-benar mencium bau maghofir, apakah Baginda memakan maghofir?. Maka ketika salah seorang diantara keduanya didatangi Nabi ia berkata pada beliau sesuai dengan yang mereka sepakati, maka Rosululloh bersabda, “Tidak apa-apa, hanya saja saya habis minum madu di rumah Zaenab binti Jahsy, dan saya tak akan mengulanginya lagi.” Maka Alloh menurunkan firmanNya dalam surat At-Tahrim ayat ;1sampai ayat;4.(HR Imam Bukhori)

1. Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

2. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

3. dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan Peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

4. jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mengharamkan dirinya minum madu untuk menyenangkan hati isteri-isterinya. Maka turunlah ayat teguran ini kepada Nabi.

Apabila seseorang bersumpah mengharamkan yang halal Maka wajiblah atasnya membebaskan diri dari sumpahnya itu dengan membayar kaffarat, seperti tersebut dalam surat Al Maaidah ayat 89.

لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغۡوِ فِيٓ أَيۡمَٰنِكُمۡ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلۡأَيۡمَٰنَۖ فَكَفَّٰرَتُهُۥٓ إِطۡعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنۡ أَوۡسَطِ مَا تُطۡعِمُونَ أَهۡلِيكُمۡ أَوۡ كِسۡوَتُهُمۡ أَوۡ تَحۡرِيرُ رَقَبَةٖۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖۚ ذَٰلِكَ كَفَّٰرَةُ أَيۡمَٰنِكُمۡ إِذَا حَلَفۡتُمۡۚ وَٱحۡفَظُوٓاْ أَيۡمَٰنَكُمۡۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٨٩>

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”.

KISAH HAFSHOH BINTI UMAR

Suatu ketika,selepas sholat ashar Rosululloh singgah ke rumah Hafshoh binti umar dan beliau tinggal agak lama melebihi biasanya.

Melihat hal tersebut cemburulah Aisyah,hingga ia mencari tahu sebab musababnya. Akhirnya ada yang memberitahu padanya bahwa Hafshoh mendapat hadiah sebotol (sewadah) madu dan menghidangkan Rosululloh sebagian daripadanya.

Rosululloh memang amat menyukai madu dan manisan. Aisyahpun berniat berbuat sesuatu (tipu daya) pada beliau akibat dari rasa cemburunya itu.

Ia lalu mengajak Saudah binti Zam’ah,juga Shofiyyah binti Huyyay bila nanti didatangi Nabi hendaklah mereka sama-sama menanyakan pada beliau; ”Apakah beliau makan Maghofir?”.

Bila Rosululloh menjawab,”Tidak”. Dan memeberitahu bahwa beliau habis minum madu di rumah Hafshoh binti Umar, katakan pada beliau bahwa madu yang diminum Rosululloh di rumah Hafshoh lebahnya telah menghisap sari bunga pohon ;urfuth.Hingga akhirnya Rosululloh mengharamkan madu atas diri beliau.

حدثنا فروة بن أبى المغراء حدثنا عليّ بن مسهر عن هشام بن عروة عن ابيه عن عاءشة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يحب العسل والحلوى, وكان إذا انصرف من العصر دخل على نساءه فيدنو من إحدهنّ, فدخل على حفصة بنت عمر فاحتبس أكثر ما كان يحتبس, فغرت, فسألت عن ذالك, فقيل لي: 'أهدت لها امرأة من قومها عكة عسل', فسقت النبي صلى الله عليه وسلم منه شربة, فقلت: 'أما والله لنحتالنّ له', فقلت لسودة بنت زمعة: 'إنه سيدنو منك', فإذا دنا منك فقولي: 'أكلتَ مغافير', فإنه سيقول لك: 'لا', فقولي له: ما هذه الربح التى أجد منك؟ فإنه سيقول لك: سقتني حفصة شربة عسل, فقولى له: جرست نحله العرفط, وسأقول ذالك. وقولي أنت يا صفية ذاك. قالت: تقول سودة: فواالله ما هو إلا أن قلم على الباب فأردت أن اُبادءه بما أمرتني به فرقاً منك. فلما دنا منها قالت له سودة: يارسول الله, أكلتَ مغافير قال: لا. قالت: فما هذه الريح التي أجد منك؟ قال: سقتنى حفصة شربة عسلٍ. فقالت: جرست نحله العرفط. فلما دار إليّ قلت له نحوَ ذالك. فلما دار إلى صفية قالت له مثل ذالك. فلما دار إلى حفصة قالت: يا رسول الله ألا أسقيك منه؟ قال: لا حاجة لي فيه. قالت: تقول سودة: والله لقد حرمناه, قلت لها: اسكتي.>

Artinya;Telah bercerita pada kami Farwah bin abi Al-Maghrooi,telah bercerita pada kami Ali bin Mushir,dari Hisyam bin Urwah dari Ayahnya,dari Aisyah RA berkata;”Rosululloh amat menyukai madu dan manisan,dan jika beliau selesai Sholat Ashar biasa mendatangi istri-istri beliau dan mendekati salah seorang diantara mereka, suatu ketika rosululloh mendatangi hafshoh binti Umar, dan beliau singgah agak lama melebihi biasanya, akupun cemburu, lalu aku mencari tahu sebab musababnya.akupun mendapat keterangan bahwa Kaumnya Hafshoh memberi hadiah padanya sebotol (sewadah) madu,maka ia menghidangkannya kepada Rosululloh sebagian dari madu tersebut. Akupun berkata pada diriku sendiri,”Demi Alloh kami akan berbuat sesuatu pada beliau(tipu daya).Aku pun mulai mengajak saudah,Nanti rosululloh akan mendekatimu,bila beliau telah dekat denganmu katakanlah;”apakah Baginda habis makan Maghofir? maka pasti beliau akan menjawab,”tidak”. Lalu tanyakanlah pada beliau,”Aroma apa yang aku cium dari Baginda? pasti beliau akan menjawab,” Hafshoh tadi menghidangkan minuman madu padaku” Maka katakan pada beliau lebahnya telah menghisap saribunga pohon ‘urfuth(berkata Ibnu Qutaibah ‘urfuth ialah pohon berduri yang buahnya berwarna putih seperti kapas dan ia memiliki bau tidak sedap(Khobiitsur-Rooihati).Ada pula keterangan ‘urfuth ialah pohon yang getahnya maghofir(shomghuhu maghofir). Akupun nanti akan berkata demikian pada beliau,dan engkau Shofiyah,hendaklah juga berkata yang sama!Ia berkata,Saudah berkata,”Demi Alloh baru saja beliau berdiri di pintu aku ingin segera mengatakan sesuai yang kau perintahkan”.Ketika Rosulullohmendekatinya,berkata Saudah,”Wahai Rosululloh,apakah baginda habis makan maghofir?beliau menjawab ,”Tidak”.Saudahpun bertanya,:Lalu aroma apakah yang saya cium dari baginda?Baginda menjawab,” Hafshoh baru saja menghidangkan minuman madu padaku”.maka saudah berkata,”Lebahnya telah menghisap sari bunga pohon ‘urfuth.Dan ketika beliau mengunjungiku akupun(Aisyah) berkata demikian,begitu pula ketika mengunjungi shofiyyah ia pun mengatakan demikian.Maka ketika beliau mengunjungi Hafshoh lagi,Hafshoh berkata,”apakah baginda berkenan jika kuhidangkan minuman daripadanya lagi?Rosululloh menjawab,”Tidak,aku tidak membutuhkannya lagi”.Aisyah berkata,”Saudah berkata,”Demi AllohSungguh kita telah mengharamkannya,lalu kukatakan padanya,”Diamlah!”.( HR Imam Bukhori).

Saat Nabi bergilir di rumah Hafshoh, kebetulan hari itu datang Maria istri beliau yang baru melahirkan putra beliau yang bernama Ibrohim ingin bertemu Nabi untuk sesuatu keperluan, karena Hafshah lagi keluar rumah untuk menemui ayahandanya Umar bin Khathab.

Maka, oleh Rasulullah Mariyah di persilahkan masuk ke rumah Hafshah. Pada saat demikian tiba-tiba datanglah Hafshah dari rumah ayahandanya, ketika hendak masuk dilihatnya Mariyah ada di dalam kamarnya dengan Rasulullah.

Hafshah tidak mau masuk sebelum Mariyah keluar walau harus mengorbankan perasaannya. Setelah Mariyah keluar barulah Hafshah masuk, ia masuk dan langsung berbicara kepada Rasulullah: “Aku melihat siapa yang ada di sampingmu tadi, Demi Allah engkau sungguh telah menghinakan saya.

Engkau tidak akan melakukan demikian, jika engkau tidak memandang karena hinanya saya”. Demikian kata Hafshah dengan marahnya. Dalam riwayat lain disebutkan Hafshoh berkata,” يارسول الله في حجرتي وعلي فراشي؟ Wahai Rosululloh,di dalam kamarku…dan di atas kasurku??? Rasulullah mendengar perkataan Hafshah yang demikian itu hanya diam membisu. beliau mengerti bahwa perkataan Hafshah yang demikian itu akibat cemburu yang telah memenuhi dada Hafshah, kemarahan Hafshah waktu itu memuncak, tetapi Nabi tetap tenang.

Akan tetapi beliau tidak ingin juga bila kemarahan Hafshah dan peristiwa ini sampai terdengar oleh Aisyah dan yang lainnya dari para istrinya. Maka Nabi ingin menenangkan dan memperbaiki hati Hafshah yang sedang memuncak amarahnya. beliau ingin membuat keputusan “mengharamkan Mariyah bagi beliau” agar segala kecemburuan istri-istri beliau itu sirna.

Keputusan itu akan diberitahukan pertama kali kepada Hafshah terlebih dahulu tetapi dengan syarat: Hafshah merahasiakan peristiwa yang baru saja terjadi di rumahnya. Hafshah waktu itu menyanggupi janji kepada Rasulullah untuk merahasiakan peristiwa tersebut serta tidak diberitahukan kepada orang lain.

Akan tetapi kecemburuan yang telah memenuhi hati dan pikiran Hafshah rupanya tidak bisa dihapusnya. Hafshah tidak sanggup merahasiakan peristiwa yang terjadi di rumahnya, Hafshah telah mengingkari janjinya kepada Rasulullah.

Akhirnya ia membocorkannya kepada Aisyah, dan setelah Aisyah tahu, ia pun memberi isyarat kepada Nabi bahwa rahasia tersebut telah dibocorkan oleh Hafshah. Dengan demikian kemungkinan besar istri-istri Nabi yang lain pun telah mengetahui peristiwa tersebut.Kisah ini Alloh abadikan dalam surat At-Tahriem ayat 1-5:

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan Peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.. jika Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.”

PERISTIWA KELAHIRAN IBROHIM BIN MUHAMMAD

Nabi SAW sebenarnya tidaklah begitu mengharapkan lagi akan mendapatkan keturunan, karena sepeninggal istri pertama beliau Khadijah binti Khuwailid banyak sudahlah wanita-wanita yang beliau nikahi, mereka itu masih ada yang muda, setengah tua dan bahkan yang sudah tua.

Tetapi tak seorangpun dari mereka itu yang melahirkan keturunan beliau. Oleh karenanya ketika Mariyah mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Rasulullah tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya karena memperoleh putra lagi.

Beliau sering sekali mengunjungi Mariyah dan bayinya, beliau memberi tujuh ekor kambing kepada ibu susu Ibrahim yang bernama Ummu Saif, dalam riwayat lain yang menyusui Ibrohim adalah Ummu Bardah binti Mundzir istri Barro’ bin Aus.

Hal-hal yang demikian ini menjadi buah bibir istri-istri beliau. Mereka yang selama ini terlihat saling cemburu mencemburui satu sama lain, sekarang terlihat kompak, sebelumnya mereka terdiri dari dua group atau kubu; kubu yang pertama adalah Aisyah, Hafshah, Shofiyyah dan Saudah.

Sedangkan kubu yang kedua adalah Ummu Salamah, Ummu Habibah, Zainab binti Jahsyi, Juwairiyah dan Maimunah. Diantara dua kubu tersebut saling cemburu mencemburui satu sama lain, bahkan dalam satu kubupun anggotanya saling cemburu mencemburui.

Oleh karena kelahiran Ibrohim ini mereka terlihat kompak bersatu padu mencemburui Mariyah. Mereka tidak habis pikir mengapa seorang budak atau sahaya bangsa Qibty yang mengandung dan melahirkan keturunan dari Rasulullah sementara dari yang lain tidak. Seperti yang telah dikisahkan di depan.

Saking gembiranya Rasulullah mendapatkan putra di usia beliau yang sudah 60 tahun itu, maka beliau sering menjenguk dan menggendong bayi tersebut. Suatu saat bayi tersebut beliau gendong dan beliau bawa ke hadapan Aisyah dengan maksud ingin menunjukkan betapa miripnya wajah beliau dengan putranya itu.

Aisyah setelah memandang bayi mungil Ibrohim berkomentar: “Tidak ada kemiripan apapun antara engkau dengan dia”, jawaban ini akibat rasa cemburu Aisyah pada Mariyah. Juga kedatangan Mariyah ke rumah Hafshah dan pertemuannya dengan rosululloh di kamar Hafshah yang di pergoki Hafshah ketika kembali dari rumah ayahandanya.

Nabi sampai membuat keputusan “mengharamkan Mariyah untuk dirinya” karena kemarahan Hafshah yang memuncak juga karena kecemburuan istri-istri beliau, akan tetapi keputusan yang demikian itu yaitu mengharamkan Mariyah untuk diri Nabi, padahal sebenarnya Mariyah itu tetap dihalalkan oleh Allah. Keputusan Nabi yang sedemikian rupa itu tidak juga melenyapkan suasana mendung dalam rumah tangga beliau.

NABI MENINGGALKAN SELURUH ISTRINYA

Karena keadaan rumah tangga Nabi yang sudah demikian rupa, suasana mendung dalam rumah tangga beliau sudah demikian memuncak.

Maka Rasulullah mengambil suatu keputusan yang lebih tegas terhadap semua istri-istri beliau, yaitu meninggalkan seluruh istrinya di rumahnya masing-masing dan bersumpah tidak akan menghampiri ataupun mendekati mereka semua selama satu bulan.

Nabi mengambil keputusan yang demikian kerasnya karena kondisi sudah memaksanya, tindakan beliau ini juga sebagai hukuman kepada para istri beliau yang sudah begitu jauh tidak mau mengerti dan memahami pengorbanan perasaan beliau yang sampai mengharamkan Mariyah yang baru melahirkan seorang laki-laki yang disayanginya itu.

Dalam riwayat yang lain diterangkan selain karena peristiwa kecemburuan istri-istri beliau terhadap Mariya, juga tuntutan istri-istri beliau tentang nafaqoh.

Akan tetapi ada juga yang meriwayatkan peristiwa tuntutan nafaqoh istri-istri Nabi ini terjadi dalam jangka waktu sebulan antara beliau meninggalkan seluruh istri-istri beliau.

Nabi memutuskan hubungan dengan seluruh istrinya selama kurang lebih satu bulan lamanya. Selama itu Nabi tidak berbicara dengan seorang pun dari istri-istrinya, tidak datang menengok ke rumah-rumah mereka.

Nabi selama satu bulan hanya tinggal seorang diri dalam sebuah bilik yang sempit dan sangat sederhana, tempat tersebut mempunyai tangga dari batang-batang pohon kurma. Dalam sebuah riwayat tempat tersebut bernama “masyrubah”.

Nabi menghamparkan sehelai tikar kasar yang apabila beliau tidur di atasnya membekas pada tubuh beliau. Bekal beliau di tempat tersebut sedikit gandum, biji-bijian dan daun-daunan sekedar untuk kekuatan jasmani beliau.

Beliau ditemani bujang beliau yang bernama Rabah, yang duduk menjaga Nabi diambang pintunya. Peristiwa yang amat menyedihkan itu diketahui oleh para sahabat, akan tetapi tidak ada seorangpun yang berani menanyakan, apalagi mencampurinya karena peristiwa tersebut mengenai pribadi Nabi dengan seluruh istrinya.

Nabi sendiri tidak memberitahu apapun juga kepada para sahabatnya. Walau diluar telah banyak tersiar berita-berita yang terdengar oleh para sahabat. Sahabat Abu Bakar As-Shiddiq dan juga Umar bin Khattab yang biasa suka mencampuri problem-problem yang sulit dan rumit, tapi kali ini mereka berdua tidak berani ikut campur, mereka berdua menyadari bahwa peristiwa tersebut bertalian erat dengan putri-putri beliau {Aisyah putri Abu Bakar dan Hafshah putri Umar}

Bahkan kedua putri inilah {Aisyah dan Hafshah} yang memegang peranan penting dan menjadi sebab musabab timbulnya persengketaan tersebut. Dengan demikian sahabat Abu Bakar dan Umar juga sangat susah dan gelisah menghadapi peristiwa tersebut, mereka berdua cemas memikirkan nasib Ummahatul Mukminin bila sampai di ceraikan oleh Nabi.

Setelah hampir lewat masa satu bulan Nabi meninggalkan para istrinya, banyaklah diantara kaum muslimin yang memikirkan keadaan rumah tangga Nab.

Berita-berita yang tersiar telah ramai dibicarakan di kalangan kaum muslimin tentang sebab-sebab Nabi sampai meninggalkan istri-istrinya. Mereka cemas dan khawatir jika sampai terjadi Nabi menceraikan mereka semuanya.

Banyak kaum muslimin yang memarahi dan menyesali perbuatan para istri-istri Nabi yang menyebabkan Nabi mengambil sikap meninggalkan mereka. Para Ummahatul Mukminin sendiri tatkala hampir satu bulan; tidak dikelilingi, tidak dikunjungi, tidak diajak bicara Nabi, terlebih mereka telah mendengar pula omelan dan cercaan dari sebagian kaum muslimin terhadap tindakan mereka, maka pada waktu itu barulah mereka insyaf akan kesalahan diri mereka masing-masing.

Diam-diam mereka menyesali diri mereka sendiri dan memarahinya: “mengapa mereka sampai melakukan perbuatan yang menyebabkan kemarahan Nabi yang sedemikian rupa?”.

Akhirnya berubahlah pendirian mereka yang tadinya bersikap sangat marah kepada Nabi menjadi cemas dan takut jikalau wahyu turun kepada Nabi memerintahkan untuk menceraikan mereka, atau wahyu turun mencela tindakan mereka terhadap Nabi.

Suatu hari banyak sekali kaum muslimin yang berkumpul di masjid Nabawi dengan perasan amat masyghul, sebagian ada yang termenung memikirkan nasib Ummahatul Mukminin jika sampai diceraikan Nabi.

Tiba-tiba dari tengah-tengah orang ramai itu Umar bin Khattab berdiri lalu pergi ke tempat Nabi SAW, sesampainya disana beliau mendapati Rabbah berdiri di ambang pintu Nabi sendirian.

Umar lalu memanggil Rabbah: “wahai Rabbah mintakan izin kepada Nabi untukku, aku akan menghadap kepadanya.” Rabbah mendengar permintaan Umar lalu segera masuk ke dalam sebentar untuk bertanya kepada Nabi apakah beliau mengizinkan Umar.

Tak lama kemudian Rabbah keluar dan tidak berkata apa-apa kepada Umar, dengan begitu Umar mengetahui bahwa Nabi tidak mengizinkan. Tetapi Umar tidak mau meninggalkan tempat itu bahkan ia berkata kepada Rabbah: “Hai Rabbah mintakan izin kepada Rasulullah untukku aku akan menghadap beliau, barangkali beliau menyangka bahwa saya datang untuk kepentingan Hafshah, sekali-kali tidak. Bahkan demi Allah jika sekiranya Rasulullah memerintahku untuk memancung batang leher Hafshah niscaya akan aku lakukan sekarang juga”. Perkataan ini diucapkan Umar berkali-kali dengan suara agak keras, sehingga terdengar langsung oleh Nabi dari dalam, oleh karenanya permintaan Umar ini diperkenankan juga. Setelah Umar masuk dan menyaksikan keadaan tempat tinggal Nabi, amat terharulah hati Umar sampai meneteslah air matanya. Umar memikirkan beliau tinggal di tempat yang sempit dan sangat sederhana itu selama hampir satu bulan. Rasulullah melihat Umar menangis, beliau bertanya: “wahai Umar, mengapa engkau menangis?”. “saya menangis ini karena melihat tempat tinggal engkau. Engkau menghamparkan tempat ini sampai membekas pada lambung engkau, lagi pula di tempat ini tidak ada apa-apa selain sedikit gandum dan sebuah labu tergantung.

Umar langsung menyampaikan maksud kedatangannya kepada Rasulullah. Ia berkata: “Ya Rasulullah apakah yang menyebabkan hati engkau kesal tentang istri-istri engkau itu? Jika sekiranya mereka itu engkau ceraikan niscaya Allah ada di samping engkau, malaikat jibril, mikail tentu bersama engkau demikian pula Abu Bakar, Umar dan juga segenap kaum muslimin tentu bersama engkau”.

Perkataan Umar ini seakan-akan menghibur beliau sampai akhirnya beliau tersenyum di hadapan Umar, sesudah beliau tersenyum iapun menyampaikan kegelisahan kaum muslimin terhadap Nabi dan para istrinya.

Apalagi saat ini kaum muslimin masih berkumpul di masjid Nabawi dan membicarakan tentang Nabi yang telah menceraikan seluruh istrinya.

Umarpun bertanya: “betulkah demikian ya Rasulullah?”. Nabi menjawab: “Tidak, mereka itu belum aku ceraikan”, sesudah mendengarkan pernyataan Nabi itu senanglah hatinya teranglah jiwanya dan dengan segera ia meminta izin kepada beliau akan mengumumkan keadaan beliau yang sebenarnya kepada kaum muslimin yang sedang menanti-nanti di masjid.

Nabipun mengizinkan Umar, Umar terus bergegas pergi ke masjid dan mengumumkan kepada kaum muslimin bahwa Nabi tidak menceraikan istri-istrinya, beliau hanya memberi pelajaran kepada mereka. Dalam waktu itu turunlah wahyu surat At-Tahrim ayat 1-5:

“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu[1486] dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan Peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan”.

(KELENGKAPAN TAREKH NABI MUHAMMAD SAW OLEH KH MUNAWWAR KHOLIL)

Dengan tindakan tegas Rasulullah tersebut, lenyaplah sudah suasana mendung dalam rumah tangga beliau. Semua istri-istri beliau insyaf dan sadar serta bertaubat dengan sebenar-benar taubat.

Mereka berjanji tidak akan mengulangi lagi tindakan-tindakan yang pernah mereka lakukan itu. Selanjutnya kembalilah suasana rumah tangga Nabi penuh Sakinah Mawaddah dan Rohmah, sehingga para Ummahatul Mukminin menjadi teladan {uswah} bagi seluruh kaum Mukminat. Adapun tentang meminum madu yang pernah beliau haramkan itu tidaklah berlaku lagi.

Demikian juga dengan Mariyah Qibtiyah ibunda Ibrohim bin Muhammad. Karena tidaklah semestinya Rasulullah mengharamkan apa-apa yang Allah halalkan. Sebagaimana tertera dalam surat At-Tahrim ayat 1:

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Inilah sepenggal kisah rumah tangga poligami Nabi SAW bersama para ummahatul mukminin, memberi gambaran terang dan jelas kepada kita PERBEDAAN antara rumah tangga monogami Nabi dengan Sayyidah Khodijah, dengan rumah tangga poligami Nabi bersama ummahatul mukminin.

Setelah membaca kisah ini, apakah rumah tangga Nabi SAMARA? pasti, haqqulyaqin rumah tangga beliau SAMARA. Karena Nabi sudah dijamin oleh Alloh sebagai USWATUN HASANAH, jadi seluruh sisi kehidupan beliau merupakan suri tauladan terbaik, dan paling sempurna.

Oleh karenanyalah bagi para suami yang ingin berpoligami, ataupun istri yang akan dipoligami hendaklah bercermin dari kisah kisah rumah tangga poligami Nabi ini, agar tidak blank, ataupun shock kala menghadapi gelombang dan badai dalam rumah tangga, karena ini sebuah keniscayaan yang tak mungkin dapat dihindari, kalau rumah tangga Nabi saja demikian…apalah kita yang hanya manusia biasa…….

So siapkan mental yang prima, khazanah ilmu syar’I yang memadahi, literasi yang cukup, Bravo!!!