Wanita Yg Menghibahkan Diri Kepada Nabi dan Wanita Yg Menolak Lamaran Nabi
Zaman kenabian yang merupakan zaman keemasan dipenuhi tinta emas dalam lembaran lembarannya. Kisah kisah yang menggetarkan jiwa, mengharu biru rasa sekaligus membuat kita berdecak kagum. Nuansa keteladanan senantiasa menghiasi setiap inchi lembaran sejarahnya. Berikut kisah dua shohabiyah yang menggelitik rasa; yang pertama shobiyah yang menghibahkan diri (mengajukan diri untuk diperistri) kepada ROSULULOH dan yang satunya shohabiyahyang menolak lamaran Rosululloh hingga dua kali lamaran.
Sahl bin Sa’ad As-Sa’diy mengisahkan, suatu ketika Rosululloh SAW sedang berkumpul dengan para sahabatnya, tiba-tiba datang seorang wanita anggun bermental baja datang menghadap Rosululloh.
Ia berkata “Yaa Rosululloh, saya datang kepadamu untuk menghibahkan diri ini kepada anda”. Tidak hanya Rosululloh yang tertegun mendengar ucapan wanita tadi, para sahabatpun juga tercengang.
Semuanya diam, suasana hening beberapa saat. tak ada yang berbisik-bisik apalagi berkata. Sementara Rosululloh memandangi wanita itu, Beliau perhatikan dalam-dalam wanita tadi untuk melihat hal-hal yang diperlukan untuk mempertimbangkan, apakah Beliau menerima atau menolak lamaran wanita tadi.
Sejenak para sahabat melihat Rosululloh menundukkan kepala tanda tak berminat menikahinya. Menurut Ibnul Mundir wanita tersebut bernama Khaulah binti Hakim atau Ummu Syuraik.
Wanita itu pun duduk bersimpuh, memahami bahwa Rosululloh tak menginginkan dirinya. Tiba-tiba seorang sahabat berdiri mengajukan permohonan kepada Rosululloh,”Yaa Rosululloh, jika engkau tidak mempunyai hajat kepadanya, maka nikahkanlah saya dengannya.” Perawi tidak menyebutkan siapa jati diri laki-laki tersebut, yang pasti ia seorang yang gentle, jujur, berani menyampaikan al-haq, meski tampak vulgar.
Rosululloh bersabda: “Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk maharnya?.” Demi Alloh, aku tidak memiliki sesuatu apapun, ya Rosululloh.” Pulanglah kepada keluargamu, carilah barangkali ada yang bisa dijadikan mahar.” Sahabat ini segera pulang mencari sesuatu yang bisa dijadikan mahar sebagai syarat wajib suatu pernikahan dalam syariat islam.
Dari depan rumah, hingga belakang ia telusuri untuk mencari sesuatu yang layak dijadikan mahar. Ia tak menjumpai apa-apa, betul-betul seorang laki-laki yang amat sangat miskin. Dengan setelah berlari ia kembali kepada Rosululloh. Dan wanita itu dilihatnya masih disana.” Demi Alloh saya tidak mendapati apa-apa”. “Cari sekali lagi meskipun sebuah cincin dari besi”. Sahabat ini kembali lagi ke rumahnya sekali lagi untuk mencari apa saja yang layak dijadikan mahar. Namun ia benar-benar amat miskin.Tak sedikitpun harta ia miliki.
Jangankan emas, perak atau barang berharga lainnya, sekedar perabot rumah tangga saja tak dimilikinya. Setengah putus asa, ia kembali lagi kepada Rosululloh. “Tidak punya apa-apa, demi Alloh ya Rosululloh, meskipun sekedar cincin dari besi. Tapi saya punya sarung ini.” Sahabat miskin itu memperlihatkan sarungnya kepada Rosululloh.
Dengan ekspresi heran, Rosululloh bertanya, “Apa yang akan engkau perbuat dengan kainmu ini? jika kau pakai , dia tidak mendapatkan apa-apa, jika ia yang memakai, engkau tidak mengenakan apa-apa.
Sahabat itu tampak putus asa, ia duduk terdiam, kakinya terasa lemas, tatapan matanya hampa. Sesaat kemudian ia berdiri, lalu beranjak pergi. Baru melangkah beberapa langkah, Rosululloh memerintahkan sahabat lain untuk memanggilnya. Iapun memenuhi panggilan Nabi. “Ayat Al-Qur’an mana yang kau hafal? Sahabat tersebut menyebutkan beberapa surat yang ia hafal. “Apakah kau benar-benar menghafalnya?.” Ya. “Pergilah, engkau aku nikahkan dengannya dengan mahar Al-Qur’an yang telah engkau hafal. Akhirnya Khaulah binti Hakim tidak diperistri oleh Rosululloh, melainkan oleh sahabat Rosululloh**. (HR Imam Ahmad).**
Hadis ini dikeluarkan pula oleh Imam Bukhori dan Muslim dari jalur Malik
Sementara itu Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah RA, Ia berkata, “ Wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi adalah Khaulah binti Hakim”. Imam Bukhori meriwayatkan sebuah hadis dari Aisyah RA, ia berkata, “Aku merasa cemburu sekali dengan wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. Aku berkata, ’Mengapa wanita menawarkan dirinya sendiri? lalu Alloh menurunkan firmanNYA :
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَحْلَلْنَا لَكَ اَزْوَاجَكَ الّٰتِيْٓ اٰتَيْتَ اُجُوْرَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ مِمَّآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلَيْكَ وَبَنٰتِ عَمِّكَ وَبَنٰتِ عَمّٰتِكَ وَبَنٰتِ خَالِكَ وَبَنٰتِ خٰلٰتِكَ الّٰتِيْ هَاجَرْنَ مَعَكَۗ وَامْرَاَةً مُّؤْمِنَةً اِنْ وَّهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ اِنْ اَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَّسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِيْٓ اَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُوْنَ عَلَيْكَ حَرَجٌۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا - ٥٠>
51. kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, Maka tidak ada dosa bagimu. yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
Menurut riwayat, pada suatu ketika isteri-isteri Nabi Muhammad s.a.w. ada yang cemburu, dan ada yang meminta tambahan belanja. Maka Nabi Muhammad ﷺ. memutuskan perhubungan dengan mereka sampai sebulan lamanya. oleh karena takut diceraikan Nabi, Maka mereka datang kepada Nabi menyatakan kerelaannya atas apa saja yang akan diperbuat Nabi terhadap mereka.
Turunnya ayat ini memberikan izin kepada Nabi untuk menggauli siapa yang dikehendakiNya dan isteri-isterinya atau tidak menggaulinya, dan juga memberi izin kepada Nabi untuk rujuk kepada isteri-isterinya seandainya ada isterinya yang sudah diceraikannya. Saat turun ayat ini aku berkata, “Aku tidak melihat Robb-mu terkecuali Dia begitu peka terhadap keinginanmu(segera menanggapi keinginanmu). Ibnu Abi Hatim meriwayatkan sebuah keterangan dari Ibnu Abbas RA ia berkata, “Tidak seorang wanitapun yang menyerahkan dirinya kepada Rosululloh yang dijadikan sebagai istri Beliau.’
Keterangan serupa juga dikemukakan oleh Ibnu Jarir Ath-Thobari dari Yunus bin Bukair. Maknanya, tak satupun wanita –wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rosululloh yang Beliau terima sebagai istri, meskipun hukumnya “BOLEH”dan kebolehannya dikhususkan kepada Beliau,karena semuanya dikembalikan kepada keinginan, selera dan hasrat Beliau. Oleh sebab itu Alloh berfirman :
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَحْلَلْنَا لَكَ اَزْوَاجَكَ الّٰتِيْٓ اٰتَيْتَ اُجُوْرَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ مِمَّآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلَيْكَ وَبَنٰتِ عَمِّكَ وَبَنٰتِ عَمّٰتِكَ وَبَنٰتِ خَالِكَ وَبَنٰتِ خٰلٰتِكَ الّٰتِيْ هَاجَرْنَ مَعَكَۗ وَامْرَاَةً مُّؤْمِنَةً اِنْ وَّهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ اِنْ اَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَّسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِيْٓ اَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُوْنَ عَلَيْكَ حَرَجٌۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا - ٥٠
50. Hai Nabi, Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang Termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
WANITA YANG MENOLAK LAMARAN ROSULULLOH
Kalau diatas tadi disebutkan wanita yang menghibahkan dirinya kepada Rosululloh, kalau ini kebalikannya, ada seorang wanita yang dilamar oleh Rosululloh, akan tetapi wanita tersebut menolaknya dengan rasa hormat, siapakah gerangan wanita tersebut???
Ternyata beliau masih kerabat Rosululloh, ia termasuk sepupu Rosululloh, putri paman beliau yang bernama Abu Tholib. Nama lengkapnya adalah Fakhitah binti Abu Tholib bin Abdul Mutholib. Adapun kunyahnya, Ummu Hani’ Bintu Abu tholib Al-Hasyimiyyah.
Beliau ini saudara kandung; Ali bin Abi Tholib, ’Aqil bin Abi Tholib serta Ja’far bin Abi Tholib. Ummu Hani’dikenal oleh kaumnya sebagai wanita yang cerdas, bijaksana serta halus adab dan tata kramanya.
Pada zaman jahiliyyah, Rosululloh pernah melamarnya, namun karena ayahnya lebih dahulu menerima pinangan Hubairoh bin Abu Wahab, terpaksa pinangan Rosululloh tidak diterima. Hingga akhirnya Ummu Hani’ menikah dengan Hubairoh Bin Abu Wahhab.
Dari pernikahan ini lahirlah; Ja’dah bin Hubairoh, Hani’, Yusuf, dan‘Amr, namun ‘Amr meninggal waktu kecil. Pada peristiwa Fathu Makkah (penaklukan kota makkah), penduduk Makkah berbondong-bondong masuk islam, Ummu Hani’salah satunya.
Ia masuk islam sementara suaminya tetap pada kekufuran, bahkan suaminya malah melarikan diri ke Najran. Maka sejak saat itu Ummu Hani’hidup menjanda sembari membesarkan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
Dengan ketegaran seorang muslimah ia jalani kehidupannya dengan tawakkal dan sabar dalam memenuhi segala keperluan putra-putrinya. Setelah berpisah dari suaminya karena mempertahankan keimanan, Rosululloh tergerak kembali untuk meminang Ummu Hani’.
Bagi setiap shohabiyah, dipinang Rosululloh merupakan anugerah terindah. Siapakah yang tidak ingin mendapatkan kedudukan terhormat di kalangan ummat islam dengan gelar “Ummul- mukminin”(ibu-kaum mukminin).
Bahkan Aisyah RA telah bercerita bahwa kaum anshor yang memilik anak gadis tidak segera menikahkan dengan seorang pemuda sebelum nyata bagi mereka bahwa Rosululloh tidak berkenan memperistri putri mereka. Terlebih Ummu Hani’telah mengenal Rosululloh sejak kecil. Tapi apa jawaban Ummu Hani’???
“Yaa Rosululloh, sungguh engkau lebih aku cintai daripada pendengaran dan penglihatankun sendiri, akan tetapi hak suami sangatlah besar, sehingga aku takut apabila melayani suami sehingga anak-anakku menjadi terlantar.
Dan jika aku mengurusi anak-anakku, aku khawatir hak-hak suamiku tidak bisa aku penuhi seutuhnya”. Mendengar jawaban Ummu Hani’ tersebut kagumlah Rosululloh akan sikapnya yang sangat bijaksana itu, hingga Beliau menyanjungnya lewat sebuah ungkapan :
حدثنا علي بن عبد الله حدثنا سفيان حدثنا ابن طاوس عن ابيه وابوالزناد عن الاءعرج عن ابي هريرة ان رسول ص قال: “خير نساء ركبن الاءبل نساء قريش- قال الاخر: صالح نساء قريش, احناه على ولد فى صغره- و ارعاه على زوج فى ذات يده” ويذكر عن معاوية وابن عباس عن النبي ﷺ.
Yang artinya “Telah bercerita kepada kami Ali bin Abdulloh, telah bercerita kepada kami Sufyan, telah bercerita kepada kami Ibnu Thowus dari ayahnya, dan Abu Az-Zanad, dari AL_A’roj dari Abu Huroiroh bahwasannya Rosuulloh bersabda; “Sebaik-baik wanita yang menunggang unta adalah wanita Quroisy, dan yang lain berkata (yang berbeda redaksinya),” Sesholeh-sholeh wanita adalah wanita quroisy yang sangat penyayang terhadap anak-anaknya dalam asuhannya, serta amat sangat menjaga hak-hak suami ketika ia berperan sebagai istri.” Disebutkan dari Mu’awiyah dan Ibnu Abbas dari Nabi SAW. (HR.Imam Bukhori Shohih Bukhori no;5365)
Ummu Hani’ begitu memahami, betapa tinggi hak suami, disamping beratnya memikul tanggung jawab mengasuh, mengurus, serta mendidik anak.
Siapa yang sanggup menolak pinangan Rosululloh, manusia mulia dan bertanggung jawab yang menjadi idaman setiap wanita muslimah ? Namun Ummu Hani’ menekan perasaannya, semata-mata karena beliau tidak ingin lalai dari mengurus suami ataupun anak anaknya yang masih kecil.
Beliau memiliki kasih sayang yang luar biasa besarnya terhadap anak-anaknya, sehingga menolak untuk bersuami kembali. Figur Ummu Hani’ menjadi teladan bagi para Ummahat yang menjadi single parent dalam memikul tanggung jawab untuk membesarkan anak-anaknya, mengantarkan mereka mewujudkan impian-impian mereka di masa depan.
So, pilihan menjanda tidak selamanya marjuuh….bisa jadi ia menjadi pilihan yang roojih pada kondisi tertentu. Wallohu a’lam. Seperti halnya Ibunda Imam Syafi’i yang berhasil mendidik beliau menjadi seorang ulama besar seorang diri, karena beliau anak yatim.